Jumat, 01 Mei 2015

Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan

iga kewajiban karyawan yang penting

Kewajiban ketaatan

           Bagi orang yang memiliki ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu implikasi dari statusnya sebagai karyawan adalah bahwa ia harus mematuhi perintah dan petunjuk dari atasannya. Tetapi, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral. Selain itu karyawan tidak wajib juga mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun dari segi etika tidak ada keberatan. Kemudian, karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, ketika ia menjadi karyawan di perusahaan itu.
          
Kewajiban konfidensialitas

            Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial dan kareana itu rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Konfidensialitas berasal dari kata Latin confidere yang berarti mempercayai. Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses kepada informasi rahasia. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan harus menyimpan rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu. Membuka rahasia itu berarti sama saja dengan mencuri. Milik tidak terbatas pada barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau temuan seseorang. Dengan kata lain, disamping milik fisik terdapat juga milik intelektual. Jadi, dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights dari perusahaan.  Alasan kedua adalah bahwa membuka rahasia perusahaan bertentangan dengan etika pasar bebas.

Kewajiban loyalitas

         Kewajiban loyalitas pun merupakan konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan, karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk turut merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala sesuatu yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus menghindari apa yang bisa merugikan kepentingan perusahaan.
          Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersain dengan kepentingan perusahaan. Karena bahay konflik kepentingan potensial itu, beberapa jenis pekerjaan tidak boleh dirangkap.
           Dalam konteks ini termasuk juga masalah etis seperti menerima komisi / hadiah selaku karyawan perusahaan. Masalh komisi berkaitan erat dengan apa yang sekarang dikenal sebagai triade “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)”. Jalan keluar dari permasalahan ini sebagian besar tergantung dari sikap yang diambil perusahaan bersangkutan. Begitupun tantang hadiah yang diberikan oleh perusahaan / intansi lain kepada karyawan waktu menjalankan tugasnya. Hal itu dimaksudakan untuk mempengaruhi karyawan tersebut. Jalan keluarnya pun dengan membuat peraturan yang jelas dalam kode etik perusahaan / dengan cara lain.
           Selain memiliki kewajiban karyawan pun memiliki hak.Hak itu dicantumkan dalam kontrak kerja, dimana pasti ada ketentuan bahwa karyawan wajib memberitahaukan satu, dua, tiga bulan sebelumnya (tergantung posisinya dan kesulitan mencari pengganti), jika ia mau meninggalkan perusahaan. Kewajiban loyalitas memang tidak meniadakan hak karyawan untuk pindah kerja.

Melaporkan kesalahan perusahaan

        Dalam etika, whistle blowing mendapat arti khusus yaitu menarik perhatian dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Dalam rangka bisnis whistle blowing dibagi menjadi whistle blowing internal dan whistle blowing eksternal. Whistle blowing internal dimengerti pelaporan kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Sedangkan whistle blowing eksternal adalah pelaporan kesalahan perusahaan kepada instansi di luar perusahaan, entah kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi.
        Pelaporan kesalahan perusahaan itu dinilai dengan cara yang sangat berbeda. Di satu pihak seorang whistle blower bisa dipuji sebagai pahlawan, karena ia menempatkan nilai-nilai moral yang benar dan luhur di atas kesejahteraan pribadi. Dilain pihak justru disebut sebagai penghianat, karena ia mengekspos kejelekan dari perusahaannya. Ia dianggap melanggar kewajiban loyalitas dengan sangat merugikan kepentingan perusahaan.
         Dari sudut pandang etika jelas bertentangan dengan kewajiban loyalitas. Kalau memang diperbolehkan whistle blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Jadi, kadang-kadang mungkin ada kewajiban untuk melaporkan suatu kesalahan demi kepentingan orang banyak. Meskipun sulit sekali untuk memastikan kapan situasi seperti itu secara obyektif terealisasi. Pada kenyataannya hati nurani si pelapor harus memutuskan hal itu, setelah mempertimbangkan semua faktor terkait. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila memenuhi syarat berikut :

Kesalahan perussahaan harus besar
Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar
Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain.
Penyelesdaiaan masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar.
Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Adanya whistle blowing selalu menunjukan bahwa perusahaan gagal dalam menjalankan kegiatannya sesuai dengan tuntutan etika. Asalkan perusahaan mempunyai kebijakan etika yang konsisten dan konsekuen, semua kesulitan sekitar pelaporan kesalahan tidak perlu terjadi.

ς  2. Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan

                  Berturut-turut akan dibicarakan tentang kewajiban perusahaan untuk tidak diskriminasi, untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, untuk memberi imbalan kerja yang pantas dan untuk tidak memberhentikan karyawan dengan semena-mena. Kewajiban perusahaan biasanya sepadan dengan hak karyawan.

Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi

         Diskriminasi adalah masalah etis yang baru nampak dengan jelas dalam paro kedua dari abad ke 20. Biasanya mengenai warna kulit dan gender (jenis kelamin). Di Indonesia diskriminasi timbul berhubungan dengan status asli / tidak asli, pribumi / non-pribumi, dari para warga negara dan agama.

Diskriminasi dalam konteks perusahaan

       Istilah diskriminasi berasal dari bahas Latin “discernee” yang berarti membedakan, memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan diskriminasi dimaksudkan membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dari prasangka. Membedakan antara karyawan tentu sering terjadi karena alasan yang sah. Dalam menerima karyawan baru, perusahaan sering menentukan syarat seperti mempunyai pengalaman kerja sekian tahun, memiliki ijazah S-1 (malah bisa ditambah dengan IPK minimal 2,75), menguasai bahasa Inggris, baik lisan maupun tertulis dll. Dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu karyawan mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya. Hal-hal diatas adalah alasan yang relevan.
      Bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang tidak relevan. Biasanya alasan itu berakar dalam suatu pandangan stereotip terhdap ras, agama atau jenis kelamin bersangkutan. Dengan kata lain, latar belakang terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme / seksisme.
Argumentasi etika melawan diskriminasi

1). Dari pihak utilitarisme dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Terutama dalm rangka pasar bebas, menjadi sangat mendesak bahwa perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar dan mutu produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di pasar bebas. Jika perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Karena itu perusahaan harus menghindari diskriminasi demi kepentingannya sendiri.

2) Deontologi berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat 
    dari orang yang didikriminasi.Berarti tidak menghormati martabat 
    manusia yang merupakan suatu pelanggaran etika yang berat.

3) Teori keadilan berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan keadilan, khususnya keadilan distributif / keadilan membagi. Keadilan distributif menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Pikiran itu sudah dikenal sebagai prinsip moral keadilan distributif.

Beberapa masalah terkait

          Tidak bisa disangkal, penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis, sosial / budaya dalam masyarakat. Karena keterkaitan dengan faktor sejarah dan sosio-budaya ini, masalah diskriminasi tidak bisa ditangani dengan pendekatan hitam putih. Artinya tergantung dengan tempatnya sehingga bersifat relativitas.
            Dalam konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam menyeleksi karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi, favoritisme pun memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi berbeda dengan diskriminasi, favoritisme tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan bersifat positif (mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila perusahaan mengutamakan karyawan yang berhubungan famili, berasal dari daerah yang sama, memeluk agama yang sama, dll. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa menghindari favoritisme selalu merupakan pilihan terbaik dari sudut pandang etika. Dengan itu pula lebih mudah dihindari nepotisme, yang bertentangan dengan keadilan distributif. Tetapi sulit untuk ditentukan pada saat mana favoritisme pasti melewati ambang toleransi etika.
           Untuk menanggulangi akibat diskriminasi, kini lebih banyak dipakai istilah affirmative action “aksi afirmatif”. Melalui aksi itu orang mencoba mengatasi / mengurangi ketertinggalan golongan yang dulunya di diskriminasi.
Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja

a)      Beberapa aspek keselamatan kerja

          Keselamatan kerja dapat terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja itu aman kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja bisa dianggap sehat kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan / penyakit.
           Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan banyak perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Sedangkan di Amerika Serikat  didirikan Occupational Safety and Health Administration (OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang bertujuan untuk to assure as far as possible every working man and woman in the nation safe and healthful working conditions.

b)      Pertimbangan etika
Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja.
The right of survival (hak untuk hidup)
Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka.
Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri dan terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika proses produksi tidak berlangsung dalam kondisi aman dan sehat.
Kebebasan si pekerja adalah faktor yang membenarkan moralitas pekerjaan beresiko. Si pekerja sendiri harus mengambil resiko dengan sukarela. Tetapi supaya si pekerja sungguh-sungguh bebas dalam hal ini, perlu beberapa syarat :
Harus tersedia pekerjaan alternatif.
Diberi informasi tentang resiko yang berkaitan dengan pekerjaannya sebelum si pekerja mulai bekerja.
Perusahaan selalu wajib berupaya, agar risiko bagi pekerja seminimal mungkin.
c)      Dua masalah khusus
 Si pekerja sendiri harus mengambil keputusan, setelah diberi informasi tentang risiko bagi pekerja. Mereka sendiri harus mempertimbangkan kesejahteraan ekonomis mereka (gaji yang lebih tinggi) dan resiko bagi keturunannya. Jika tidak sanggup bisa mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke bagian produksi lain dengan konsekuensi gaji yang lebih rendah. Begitupun dengan kebijakan yang diterapkan suatu perusahaan, terkadang secara tidak langsung terlihat memaksakan kepada para pekerja jika didukung juga oleh suasana resesi ekonomi saat mencari pekerjaan lain menjadi sulit. Sehingga membuat para pekerja tidak memiliki alternatif lain dan akhirnya bertahan dengan resiko yang tidak kecil.
Kewajiban memberi gaji yang adil
        Motivasi seseorang untuk bekerja tidak lepas dari untuk mengembangkan diri, memberi sumbangsih yang berguna bagi pembangunan masyarakat namun yang sangat penting adalah untuk memperoleh upah atau gaji. Namun dalam gerakan sosial zaman industri upah yang adil sering menjadi pokok perjuangan yang utama.

Menurut keadilan distributif

                     Gaji / upah merupakan kasus jelas yang menuntut pelaksanaan 
     keadilan, khususnya keadilan distributif. Di kebanyakan negara modern, dilema antara liberalisme dan sosialisme ini sekarang tidak dirasakan lagi. Tanpa banyak kesulitan, langsung diakui bahwa dalam menentukan gaji yang adil, baik prestasi maupun kebutuhan harus berperan.Prinsip perrtama adalah bagian yang sama. Supaya adil, gaji semua karyawan memang tidak perlu sama, tetapi perbedaan juga tidak boleh terlalu besar. Jelas pemerataan pendapatan adalah tuntutan etis yang berkaitan dengan prinsip ini. Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada masyarakat ikut pula menentukan gaji yang adil. Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia masalah gaji yang adil disinggung juga. Adil tidaknya gaji menjadi lebih kompleks lagi, jika kita akui bahwa imbalan kerja lebih luas daripada take home pay saja. Fasilitas khusus seperti rumah, kendaraan, bantuan beras dll harus dipandang sebagai imbalan kerja. Lebih penting lagi adalah asuransi kerja, jaminan kesehatan, prospek pensiun dll. Gaji yang relatif rendah bisa mencukupi asalkan dikompensasi oleh jaminan sosial yang baik serta fasilitas-fasilitas lain.

Enam faktor khusus

                  Berikut adalah usulan dari Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah itu adil / fair :

Peraturan hukum

                  Di sini yang paling penting adalah ketentuan hukum tentang upah minimum sebagai salah satu perjuangan sosialisme dalam usahanya memperbaiki nasib kaum buruh. Adanya upah minimum berarti bahwa kebutuhan diakui sebagai kriteria untuk menentukan upah.

Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu

         Dalam semua sektor industri, gaji / upah tidaklah sama. Karena itu rupanya suatu kriteria yang baik adalah : gaji / upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberika dalam sektor industri bersangkutan asalkan keadaan di sektor itu cukup mantap. Namun gaji yang sama belum tentu menjamin daya beli yang sama. Karena perbedaaan daya beli itu di Indonesia upah minimum ditetapkan sebagau upah minimum regional (UMR).
Kemampuan perusahaan

              Perusahaan kuat yang menghasilkan laba besar, harus memberi gaji yang lebih besar pula daripada perusahaan yang mempunyai marjin laba yang kecil saja. Di sini berlaku pandangan sosialistis tentang hak karyawan mengambil bagian dalam laba. Harus dinilai tidak etis, bila perusahaan mendapat untung besar dengan menekan gaji karyawan.

Sifat khusus pekerjaan tertentu

              Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalani oleh orang yang mendapat pendidikan / pelatihan khusus, kadang-kadang malah pendidikan sangat terspesialisasi. Kelangkaan tenaga mereka boleh diimbangi dengan tingkat gaji yang lebih tinggi.

Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan

             Kalau pekerjaan tidak mempunyai sifat khusus, seperti menuntut pengalaman lebih ama / mengandung resiko tertentu, maka gaji / upah harus sama. Sehingga berlaku prinsip equal pay for equal work.

Perundingan upah / gaji yang fair

        Perundingan langsung antara perusahaan dan para karyawan merupakan cara yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair. Tentu saja, perundingan seperti itu menuntut keterbukaan cukup besar dari pihak perusahaan. Lebih bagus bila perundingan gaji itu dilakukan untuk suatu sektor industri sehingga dihasilkan kesepakatan kerja bersama.

Senioritas dan imbalan rahasia

Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari pengalamannya bekerja dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada perusahaan, zaman sekarang sudah tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern sekarang lebih memperhatikan prestasi dan hak. Pembayaran sama untuk pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi suasana modern itu dan karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan berkurang.
             Pembayaran khusus / kenaikan gaji yang dirahasiakan terhadap teman-teman sekerja pun tidak etis karena tidak mengadakan kontrol sosial dan akan merusak suasana kerja. Jelas, disini berlaku prosedur yang terbuka dan demokratis untuk menjamin mutu etis sebuah sistem.

Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena

1)      Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat
2)      Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya.
3)      Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan samapai seminimal mungkin.
ς  3. Beberapa Kasus

Berikut adalah beberapa kasus yang terkait dengan Kewajiban Karyawan dan Perusahaan :

Bank Daiwa di Amerika Serikat
Nick Leeson dan Barings Bank
Membantu istri
Perintah atasan
Daftar pelanggan
Donald Wohlgemuth dan Goodrich
Teknisi komputer
Membeli gorden dan karpet
Pertamina vs Ny. Kartika Thahir c.s
Golden Key Group dan Bapindo
Laporan akuntan dipermainkan
Hadiah mobil
Pelumas palsu
Lulusan dalam dan luar negeri
Dilarang merokok
Diskriminasi terhadap Yahudi
Keponakan manajer personalia
Perusahaan asbes Johns-Manville

Tidak ada komentar:

Posting Komentar