Keadilan merupakan suatu topik penting dalam etika telebih dalam konteks
ekonomi dan bisnis, karena tidak pernah sebatas perasaan atau sikap
batin saja tetapi menyangkut kepentingan atau barang yang dimiliki atau
dituntut oleh pelbagai pihak. Antara ekonomi dan keadilan terjalin
hubungan erat, karena dua-duanya bersasal dari sumber daya yang sama
yaitu masalah kelangkaan. Kelangkaan adalah asal-usul dari ekonomi dalam
dua arti. Tentang barang yang melimpah ruah dan tidak menimbulkan
masalah ekonomi dan tentang barang yang tidak melimpah ruah namun
menimbulkan masalah ekonomi.
Ekonomi sebagai ilmu didefinisikan
sebagai studi tentang cara bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya
yang langka untuk memproduksikan komoditas-komoditas yang berharga dan
mendistribusikannya diantara orang-orang yang berbeda. Masalah keadilan
atau ketidakadilan baru muncul, jika tidak tersedia barang cukup bagi
semua orang yang menginginkannya. Adil tidaknya suatu keadaan selalu
terkait juga dengan kelangkaan.
Ekonomi dan keadilan selalu terkait
atau sekurang-kurangnya seharusnya terkait. Keadilan menjadi kata hampa
belaka, bila tidak tersedia barang yang cukup (kemakmuran) untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Tetapi kemakmuran saja tidak menjamin
adanya keadilan, bila kekayaan tidak terbagi dengan seimbang.
ς 1. Hakikat keadilan
Orang-orang
Roma kuno terkenal karena menciptakan suatu sistem hukum yang bagus
(Ius Romanum), yang masih dikagumi dan dipelajari sekarang ini juga,
bukan saja oleh para sejarawan tetapi juga oleh para ahli hukum.
Pengarang Roma, Ulpianus, yang dalam hal ini mengutip orang bernama
Celcus, menggambarkan keadilan dengan “tribuere cuique suum”. Dalam
bahasa Inggris berbunyi “to give everybody his own” atau dalam bahasa
Indonesia “memberikan kepada setiap orang yang dia empunya”. Bagi kita
titik tolak untuk refleksi tentang keadilan adalah memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya.
Tiga ciri khas penanda keadilan
: keadilan tertuju pada orang lain, keadilan harus ditegakan, dan
keadilan menuntut persamaan. Tiga unsur hakiki yang terkandung dalam
pengertian keadilan itu perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pertama,
keadilan tertuju pada orang lain atau keadilan selalu ditandai other
directedness (J. Finnis). Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa
timbul dalam konteks antar-manusia. Untuk itu diperlukan
sekurang-kurangnya dua orang manusia.
Kedua, keadilan harus ditegakan
atau dilaksanakan. Jadi, keadilan tidak diharapkan saja atau dianjurkan
saja. Keadilan mengikat kita, sehingga kita mempunyai kewajiban. Ciri
itu disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus
dipenuhi.
Oleh karena itu dalam konteks keadilan bias dipakai “bahasa
hak” atau “bahasa kewajiban”, tanpa mengubah artinya. Dalam mitologi
Romawi dewi Iustitia (keadilan) digambarkan dengan memegang timbangan
dalam tangan. Timbangan menunjuk kepada cirri kedua: keadilan harus
dilaksanakan persis sesuai dengan bobobt hak seseorang.
Ketiga,
keadilan menuntut persamaan (equality). Atas dasar keadilan, kita harus
memebrikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.
Dewi Iustita yang memegang timbanga dalam tangannya, digambarkan juga
dengan matanya tertutup dengan kain. Sifat terakhir ini menunjuk kepada
cirri ketiga. Keadilan harus dilaksanakan terhadap semua orang, tanpa
melihat orangnya siapa.
ς 2. Pembagian Keadilan
Jenis-Jenis keadilan :
Pembagian Klasik
Cara
membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran
filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas
(1225-1274). Dia juga mendasrkan pandangan filosofisnya atas pemikiran
Aristoteles dalam masalah keadilan pun demikian. Keadilan dapat
menyangkut kewajiban individu-individu terhadap masyarakat, lalu
kewajiban masyarakat terhadap individu-individu dan akhirnya kewajiban
antara individu-individu sata sama lain. Tiga macam keadilan itu
masing-masing disebut keadilan umum, distributive dan komutatif. Hal itu
sekarang perlu dijelaskan lebih rinci.
Keadilan umum (general
justice) : berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan
untuk member kepada masyarakat (secara konkret berarti: negara) apa yang
menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham
common good (kebaikan umum atau kebaikan bersama). Berarti kita harus
menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
Keadilan
distributive (distributive justice) : berdasarkan keadilan ini negara
(secara konkret berarti: pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara
yang sama kepada para anggota masyarakat. Dalam bahasa Indonesia bisa
dipakai nama “keadilan membagi”.
Keadilan komutatif (commutative
justice) : berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan
kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf
individu maupun social. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama
“keadilan tukar-menukar”. Keadilan komutatif menjadi fundamennya, jika
orang mengadakan perjanjian atau kontrak.
Pembagian pengarang Modern
Pembagian
keadilan menurut beberapa pengarang modern tentang etika bisnis,
khususnya John Boatrigh dan Manuel Velasquez. Mereka pun mendasarkan
pemikirannya dari Aristoteles. Maka tidak mengherankan, bila pembagian
kedua ini bertupang tindih dengan pembagian pertama.
Keadilan distributive (distributive justice) : dimengerti dengan cara pembagian klasik. Benefits and burdens.
Keadilan
retributive (retributive justice) : berkaitan dengan terjadinya
kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah
haruslah bersifat adil. Tiga sayarat yang harus dipenuhi supaya hukuman
dapat dinilai adil. Pertama, kesengajaan dan kebebasan.Kedua, asas
praduga tak bersalah. Ketiga, Hukuman harus konsisten dan proporsional
dengan pelanggaran yang dilakukan. Syarat konsistensi terpenuhi, jika
selalu diambil tindakan terhadap suatu pelanggaran dan jika semua
pelanggar dikenakan hukuman yang sama. Syarat prroporsionalitas
terpenuhi, jika hukuman atau denda yang ditetapkan tidak melebihi
kerugian yang diakibatkan.
Keadilan kompensatoris (compensatory
justice) menyangkut juga kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek
lain. Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk
memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang
dirugikan. Supaya kewajiban kompensasi ini berlaku, perlu terpenuhi tiga
syarat. Pertama, tindakan yan mengakibatkan kerugian harus salah atau
disebabkan kelalaian. Kedua, perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh
menyebabkan kerugian. Ketiga, kerugian harus disebabkan oleh orang yang
bebas.
Keadilan Individual dan Keadilan Sosial
Cara yang
paling baik untuk menguraikan keadilan social dan adalah membedakannya
dengan keadilan individual. Pelaksanaan keadilan individual tergantung
pada kemauan atau keputusan satu orang (atau bisa beberapa orang ) saja.
Dalam pelaksanaan keadilan social, tergantung dari struktur-struktur
masyarakat di bidang social-ekonomi, politik, budaya dan sebagainya.
Keadilan
social terlaksana jika hak-hak social terpenuhi. Tetapi perlu diakui
bahwa keadilan individual sering kali dapat dilaksanakan dengan
sempurna. Namun keadilan social tidak pernah terlaksana dengan sempurna
karena kompleksitas masyarakat modern.
ς 3. Keadilan distributif pada khususnya
Dalam etika modern ada 2 macam prinsip untuk keadilan distributif :
Prinsip formal
Menyatakan
bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan dengan cara yang sama,
sedangkan kasus-kasus yang tidak sama boleh saja diperlakukan dengan
cara yang tidak sama.
Prinsip material
Beauchamp dan
Bowie menyebut 6 prinsip mengenai prinsip material yang melengkapi
prinsip moral. Keadilan distributif terwujud, kalau diberikan :
Kepada setiap orang bagian yang sama ;
Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan individualnya;
Kepada setiap orang sesuai dengan haknya;
Kepada setiap orang sesuai dengan usaha individualnya;
Kepada setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada masyarakat;
Kepada setiap orang sesuai dengan jasanya.
Berdasarkan prinsip-prinsip material terbentuklah beberapa teori keadilan distributif.
Teori Egalitarianisme
Teori
ini didsarkan pada prinsip pertama yaitu bahwa kita baru membagi dengan
adil, bila semua orang mendapat bagian yang sama (equal). Pemikiran ini
merupakan keyakinan umum sejak Revolusi Prancis menumbangkan monarki
absolut dan feodalisme. Dalam artikel pertamanya yaitu Deklarasi Hak
Manusia dan Warga Negara (1789). Beberapa tahun sebelumnya di Amerika
Serikat dalam The Declaration of Independence (1776) sudah ditegaskan
“All men are created equal”.
Teori Sosialistis
Teori
ini memilih prinsip kebutuhan sebagai dasarnya. Masyarakat diatur
dengan adil, jika kebutuhan semua warganya terpenuhi, seperti kebutuhan
pokok/primer. Dalam teori sosialis terkenal prinsip oleh Karl Marx
(1818-1883) diambil oleh dari sosialis Prancis, Louis Blanc (1811-1882):
“From each according to his ability, to each according to his needs”.
Teori Liberalistis
Menolak
pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak adil karena manusia adalah
makhluk bebas. Berarti kita harus membagi menurut usaha-usaha bebas
dari individu-individu bersangkutan. Menolak pula sebagai sangat tidak
etis sikap free rider: benalu menumpang pada usaha orang lain tanpa
mengeluarkan air keringat sendiri. Teori ini digarisbawahi pentingnya
dari prinsip hak, usaha tetapi secara khusus prinsip jasa. Terutama
prestasi dilihat sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang.
ς 4. John Rawls tentang keadilan distributif
John
Rawls dilahirkan di Baltimore, Mayland , Amerika Serikat, tahun 1921.
Pendidikannya di bidang ekonomi dan filsafat. Bukunya yang termasyur
berjudul A Theory of Justice (1971), salah satu buku filsafat dari abad
ke 20 yang paling banyak ditanggapi dan dikomentari. Sebelum dan
sesudahnya ia menulis beberapa artikel namun baru tahun 1993 terrbit
bukunya yang kedua Political Liberalism, yang untuk merevisi
oandangannya dalam buku perama, antara lain dengan mengakui bahwa
masyarakat modern sangat heterogen dan karenanya toleransi harus menjadi
ciri khas masyarakat yang adil.
Menurutnya keadilan distributif
hanya muncul berkaitan dengan apa yang tergantung pada kemauan manusia.
Yang harus dibagi dengan adil dalam masyarakat hanyalah the social
primary goods yaitu :
Kebebasan-kebebasan dasar : mengemukakan
pendapat, kebebasan hati nurani, dasn kebebasan berkumpul, integrasi
pribadi dan kebebasan politik;
Kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi;
Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan-jabatan dan posisi-posisi penuh tanggung jawab;
Pendapatan dan milik;
Dasar-dasar sosial dan harga diri.
Nilai-nilai
dasar tersebut dibagi dengan adil jika menurut isinya (just) dan
menurut prosedurnya (fair). Metode serupa harus dipakai juga untuk
menentukan prinsip keadilan distributif. Perumuskan prinsip-prinsip itu
harus dimasuki the original position. Maksudnya, kita seolah-olah keluar
dari masyarakat di mana kita hidup, pada awal mula sejarah belum
dimulai, dan situasi khayalan dimana masyarakat belum terbentuk. Dengan
begitu kita berada dibalik the veil of ignorance/ dibalik selubung
ketidaktahuan. Dengan posisi itu kita dapat menyetujui prinsip-prinsip
keadilan berikut ini.
Prinsip pertama : setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-
kebebasan dasar yang paling luas yang dapat dicocokan
dengan kebebasan- kebebasan yang sejenis untuk semua
orang, dan
Prinsip kedua: ketidak samaan sosial dan ekonomis diatur demikian rupa
sehingga :
menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung dan serentak juga
melekat
pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang
dalam keadaan yang menjamin persamaan peluang yang fair.
Prinsip 1 dapat disebut “kebebasan yang sedapat mungkin sama”. Dalam
hal ini Rawls menganut egalitarianisme. Prinsip 2 bagian a disebut
prinsip perbedaan. Dengan itu Rawls menolak egalitarianisme radikal.
Denagn prinsip perbedaan itu sebenarnya Rawls meletakan dasar etis untuk
Walfare State Modern. Prinsip 2 bagian b disebut prinsip persamaan
peluang yang fair.
Menurut Rawls, prinsip pertama harus diberi
prioritas mutlak. Prinsip 2b harus ditempatkan di atas prinsip perbedaan
(2a). Pada skala nilai dalam masyrakat adil yang dicita-citakan Rawls,
paling atas harus ditempatkan hak-hak kebebasan yang klasik, yang pada
kenyataannya sama dengan yang kita sebut Hak Asasi Manusia. Lantas harus
dijamin peluang yang sama bagi semua warga negara untuk memangku
jabatan yang penting. Akhirnya dapat diterima perbedaan sosial-ekonomis
tertentu demi peningkatan kesejahteraan bagi orang-orang yang minimal
beruntung.
ς 5. Robert Nozick tentang keadilan distributif
Nozick
menjadi terkenal karena bukunya Anachy, State, and Utopia (1974) yang
memuat pemikiran liberalistisnya tentang keadilan. Teorinya tentang
keadilan distributif disebutnya “entilement theory”. Menurutnya kita
memiliki sesuatu dengan adil, jika pemilikan itu berasal dari keputusan
bebas yang mempunyai landasan hak. Ada 3 kemungkinan yang mengeluarkan 3
prinsip. Pertama, prinsip original acquisition: kita memperoleh sesuatu
untuk pertama kali. Kedua, prinsip transfer: kita memiliki sesuatu
karena diberikan oleh orang lain. Ketiga, prinsip rectification of
injustice: kita mendapat sesuatu kembali yang sebelumnya dicuri dari
kita.
Nozick mempunyai 2 keberatan mendasar terhadap prinsip-prinsip
material keadilan distributif yang tradisional. Prinsip-prinsip itu
bersifat ahistoris dan mempunyaai pola yang ditentukan sebelumnya.
Ketiga prinsip Nozick merupakan prinsip-prinsip historis, artinya mereka
tidak saja melihat hasil pembagian tetapi mempertanggungjawabkan juga
proses yang melandaskan pembagian atau pemilikan. Keberatannya juga
berlaku untuk prinsip perbedaan dari Rawls karena Rawls melihat keadaan
aktual dari mereka yang minimal untung dan tidak memperhatikan mereka
sampai terjerat dalam keadaan itu.
Kesimpulan Nozick adalah bahwa
keadilan harus ditegakkan, jika diakui bakat-bakat dan sifat-sifat
pribadi beserta segala konsekuensinya (seperti hasil kerja) sebagai
satu-satunya landasan hak. Ia juga berpendapat bahwa prinsip dasar
Immanuel Kant juga harus dipegang teguh. Tidak pernah menjadi adil
memerangi kemiskinan dengan memaksakan perubahan struktural dalam
masyarakat. Membantu orang miskin memang merupakan solidaritas tetapi
kewajiban itu termasuk etika pribadi dan haknya hanya boleh dijalankan
dengan keputusan-keputusan bebas.
ς 6. Keadilan ekonomis
Keadilan
memegang peranan penting dalam konteks ekonomi dan bisnis, karena
menyangkut barang yang diincar banyak orang untuk dimilki atau dipakai.
Sejarawan ide sosial dan politik yang berkebangsaan Kanada, C.B.
MacPherson, berpendapat bahwa dalam zaman modern keadilan ekonomis tidak
banyak diperhatikan, sampai muncul lagi dengan kuatnya sekitar
pertengahan abad ke 19 dan berperang penting dalam demokrasi-demokrasi
parlementer sepangjang abad ke 20.
Masyarakat tidak mungkin dikatakan
diatur dengan baik kalau tidak ditandai dengan keadilan. Namun alangkah
lebih baik keadilan harus berperan pada tahap sosial maupun individual.
Juga dalam konteks ekonomi dan bisnis. Keadilan ekonomis harus
diwujudkan dalam masyarakat, tetapi keadilan merupakan juga keutamaan
yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis secara pribadi. Supaya dapat
hidup dengan baik, disamping nilai-nilai ekonomis, pebisnis pun harus
memberi tempat juga kepada nilai-nilai moral yaitu yang terpenting
adalah keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar